Gedung Merdeka di jalan
Asia-Afrika, Bandung, Indonesia, adalah bersejarah gedung yang pernah
digunakan sebagai tempat Konferensi Tingkat
Tinggi Asia-Afrika tahun 1955.
Kini
gedung ini digunakan sebagai museum yang memamerkan berbagai benda
koleksi dan foto Konferensi Asia-Afrika yang merupakan cikal bakal
Gerakan Non-Blok pertama yang
pernah digelar disini tahun 1955.[1]
Daftar Isi:
01. Arsitektur bangunan
02. Sejarah gedung
03. Referensi
01. Arsitektur bangunan
Bangunan ini dirancang pada tahun 1926 oleh
Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker.
Keduanya
adalah Guru Besar pada Technische Hogeschool (Sekolah
Teknik Tinggi), yaitu ITB sekarang, dua
arsitektur Belanda yang terkenal pada
masa itu, Gedung ini kental sekali dengan nuansa art deco dan gedung megah ini terlihat dari
lantainya yang terbuat dari marmer buatan Italia yang mengkilap, ruangan-ruangan tempat
minum-minum dan bersantai terbuat dari kayu cikenhout, sedangkan
untuk penerangannya dipakai lampu-lampu bias kristal yang
tergantung gemerlapan. Gedung ini menempati areal seluas 7.500
m2.
02. Sejarah gedung
Bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 1895
dan dinamakan Sociëteit
Concordia, dan pada tahun 1926 bangunan ini direnovasi
seluruhnya oleh Wolff Schoemacher, Aalbers dan Van
Gallen.[2]
Gedung Sociëteit Concordia
dipergunakan sebagai tempat rekreasi dan sosialisasi oleh
sekelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan
sekitarnya.
Mereka adalah para pegawai perkebunan, perwira,
pembesar, pengusaha, dan kalangan lain yang cukup kaya.
Pada hari
libur, terutama malam hari, gedung ini dipenuhi oleh mereka untuk
berdansa, menonton pertunjukan kesenian, atau makan malam.
Pada masa pendudukan Jepang gedung ini dinamakan Dai Toa Kaman dengan fungsinya sebagai pusat kebudayaan.
Pada masa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 gedung ini digunakan sebagai markas pemuda Indonesia guna menghadapi tentara Jepang yang pada waktu itu enggan menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia.